Rabu, 28 April 2010

pendekatan historis karya sastra

1. Membaca puisi
Jemu
oleh M.Balfas
Tuan bersabda :
Tenanglah!
Sedang jiwaku tuan landa

Tuan menitah :
Sujudlah!
Sedang jiwa tak mau patah

Tuan bertabligh :
Patuhlah!
Semacam sapi rela disembelih

Lalu aku berkata
Sudahlah!
Diriku tetap mau ada

Buku itu suci!
Berikanlah!
Aku sendiri mau mencari

Mulut Tuan putih berbusa
Tutuplah!
Aku mau merdeka
(1945)
2. Mengidentifikasi tahun penciptaan puisi
Puisi karya M.Balfas tersebut diciptakan pada tahun 1945
3. Mengidentifikasi peristiwa sejarah yang terdapat dalam puisi
Dalam puisi tersebut digambarkan bahwa masa penjajahan pemerintahan saat itu semena – mena terhadap rakyat Indonesia. Pada bait pertama, penyair melukiskan ketidak tenangan rakyat atas pemerintahan itu. Rakyat dibuat sengsara dan tidak bisa hidup makmur.
Pada bait kedua, penyair melukiskan mulai menentangnya rakyat dengan pemerintahan yang membuat mereka sengsara. Pada bait tersebut dilukiskan bahwa semangat dalam diri masyarakat tidak bisa terpatahkan.
Pada bait ketiga, dilukiskan bagaimana penjajah memerintah semena – mena terhadap rakyat. Rakyat tidak diperlakukan sepatutnya oleh mereka. Penjajah menganggap rakyat seperti binatang yang mau melakukan apa saja yang mereka perintahkan.
Pada bait keempat, mulai ada perlawanan rakyat yang sudah jenuh dengan penjajah yang membuat rakyat menderita. Rakyat mulai angkat bicara dan tidak mau diperlakukan semena – mena oleh penjajah.
Pada bait kelima, rakyat menuntut hak – hak mereka untuk hidup tanpa tekanan penjajah. Rakyat ingin merdeka dan bebas dari penjajahan masa itu. Rakyat menginginkan menjalankan pemerintahan sendiri. Sedangkan pada bait terakhir, rakyat menyerukan kemerdekaan dan kebebasan. mereka ingin segera merdeka dan terbebas dari belenggu penjajahan.
4. Memahami fakta sejarah yang terjadi pada masa terciptanya puisi
Pertempuran merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. , 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang. Tindak kekerasan dan kekejaman yang dilakukan Jepang menimbulkan antipati rakyat. Di beberapa tempat, antipati itu diwujudkan dalam bentuk perlawanan bersenjata. Sejak Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda di sekolah – sekolah dan dalam percakapan sehari – hari, bahasa Indonesia mengalami perkembangan pesat. Surat- surat kabar dan radio turut berperan dalam penyebaran bahasa Indonesia.
Karya sastra diarahkan agar sesuai dengan tujuan perang, yang diutamakan adalah penonjolan semangat. Untuk mengawasi para seniman dan karya – karyanya, Jepang membentuk badan sensor budaya. Para sastrawan dilarang menulis karangan yang tidak mendukung politik pemerintah. Karya sastra yang bertentangan dengan politik pemerintah dilarang beredar dan penulisnya diinterogasi oleh Polisi Militer seperti yang dialami oleh Chairil Anwar, dengan sajaknya “Siap Sedia”.
Kawan - kawan
Dan kita bangkit dengan kesadaran
mencucuk dan menyerang hingga berlubang
Kawan – kawan
Kita mengayun pedang ke dunia terang
Jepang menuduh bahwa yang dimaksud dengan “dunia terang” ialah negeri Jepang. Namun, seniman – senima Indonesia tidak kehilangan akal. Sastrawan – sastrawan sepeti Usmar Ismail dan El Hakim (Abu Hanifah) dengan lihai memilih kata – kata yang samar tetapi penuh sindiran halus untuk mengatasi sensor. Gubahan mereka pada umumnya berisi kecintaan terhadap tanah air, tetapi dibungkus dengan kata – kata yang seolah olah memuji Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
Rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana. Setelah munculnya maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Merah Putih dikibarkan terus di seluruh Indonesia, gerakan pengibaran bendera semakin meluas ke segenap pelosok kota.
5. Memahami peran penyair pada peristiwa sejarah yang terjadi pada saat itu.
Peran penyair dalam puisi tersebut sebagai saksi hidup peristiwa yang terjadi pada saat itu, yang kemudian oleh penyair diabadikan dalam sebuah puisi agar orang – orang dapat mengenang peristiwa tersebut. Selain itu penyair juga berperan sebagai orang yang menentang pemerintahan panjajah pada masa itu. Melalui puisi ia berusaha menghidupkan semangat perjuangan masyarakat melawan Belanda. Penyair tidak tahan menyaksikan kemiskinan rakyat dan penderitaan yang dialami romusha (tenaga kerja paksa). Pengerahan romusha secara paksa sangat menusuk perasaan mereka.

6. Menghubungkan hasul identifikasi tahun dan peristiwa sejarah yang dimuat dalam puisi dengan peran penyair dan fakta sejarah yang terjadi pada saat penciptaan puisi tersebut.
Puisi yang berjudul Jemu yang diciptakan pada tahun 1945 tersebut menggambarkan saat terjadinya penjajahan di Indonesia serta tindakan rakyat dalam menyerukan kemerdekaan dan mempertahankan kemedekaan yang telah diproklamasikan.
Apa yang digambarkan penyair dalam puisinya merupakan cerminan peristiwa perjuangan rakyat melawan penjajah demi meraih kemerdekaan yang benar – benar terjadi pada tahun tersebut dan dicatat dalam sejarah bangsa. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penyair mendapat inspirasi dari peristiwa yang terjadi pada masa itu. dengan kata lain, penyair merekam peristiwa sejarah tersebut dalam bentuk karya sastra yang berupa puisi.

0 komentar:

Posting Komentar